Cari Blog Ini

Minggu, 28 November 2010

TIMBAL (Pb)

Timbal dalam keseharian dikenal dengan timah hitam dan dalam bahasa latin dikenal dengan Plumbum merupakan salah satu unsur golongan IV-A pada tabel periodik. Jumlah timbal yang terdapat pada lapisan bumi hanya 0,002 % dari kerak bumi. Di alam terdapat empat macam isotop timbal yaitu Pb204, Pb, 206, Pb207, dan Pb208 yang terbanyak di alam. isotop tersebut berasal dari peluruhan unsur-unsur radioaktif alam, seperti timbal-206 merupakan hasil peluruhan dari unsur radioaktif uranium, Timbal-207 berasal dari unsur radioaktif actium, Timbal-208 berasal dari peluruhan unsur radioaktif thorium.

Sifat khusus logam Timbal antara lain:

  1. Logam lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau
  2. Tahan terhadap korosi, sehingga banyak digunakan sebagai bahan pelapis
  3. Mempunyai titik lebur rendah sekitar 327,5 0C
  4. Daya hantar listrik kurang baik

Logam timbal sedikit sekali dalam keadaan bebas, sehingga penggunaan timbal yang banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaannya. Persenyawaan timbal yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena sifat dari logam timbal itu sendiri.

Bentuk Persenyawaan

Kegunaan

Pb + Sb

Kabel telepon

Pb + As + Sn + Bi

Kabel listrik

Pb + Ni

Senyawa azida untuk bahan peledak

Pb + Cr + Mo + Cl

Untuk pewarna pada cat

Pb-asetat

Pengkilapan keramik dan bahan anti api

Pb + Te

Pembangkit tenaga listrik tenaga panas

Tetrametil-Pb dan Tetraetil-Pb

Aditif bahan bakar kendaraaan bermotor

Jumlah Pb di udara mengalami peningkatan terus-menerus sejak dimulainya revolusi industri di Benua Eropa. Emisi Pb ke dalam atmosfer bumi dapat berupa gas dan partikulat.

Emisi Pb dalam keadaan gas terutama berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Gas buangan kendaraan bermotor mengandung Pb karena 1) pada bahan bakar ditambahkan bahan aditif berupa senyawa tetrametil-Pb dan 62 % tetraetil-Pb yang digunakan yang berfungsi sebagai anti knock pada mesin), 2) pada bahan bakar ditambahkan scavenger yang berupa 18 % etilendibromida (C2H4Br2) dan 18 %etilendiklorida (CsH4Cl2) yang mampu mengikat residu Pb yang dihasilkan setelah pembaharan. Selain itu, Pb juga dipicu karena proses pembakaran batu bara, asap dari pabrik yang mengolah senyawa alkil-Pb, Pb oksida, serta transfer bahan kendaraan bermotor.

Efek yang dihasilkan dari penambahan tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dirasakan oleh kulit karena kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Ketika tetraetil-Pb terkena sinar matahari, maka tetraetil-Pb akan terurai menjadi trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa turunan tersebut memiliki sifat yang khas yaitu dapat larut dalam air. Sehingga Pb juga dapat ditemukan dalam perairan.

Keberadaan Pb di perairan disebabkan karena dorongan faktor air hujan yang melarutkan keberaadan partikulat logam Pb di atmosfer, proses korosi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin serta buangan limbah industri yang berkaitan dengan Pb.

Selain itu Pb juga dapat ditemukan dalam makanan karena selama proses produksi terlibat dengan logam/alloy Pb seperti contoh pada air minum karena digunakan pipa alloy logam Pb, makanan kaleng terutama makanan yang telah diasamkan.

Proses keracunan Pb ke dalam tubuh dapat melali beberapa jalur seperti melalui makanan dan minuman (masuk melalui saluran pencernaan dan dapat keluar setelah diserap oleh asam klorida yang ada di lambung melalui feses, urin dan sekitar 15 % mengendap), udara (masuk melalui hidung kemudian berikatan dengan darah yang ada diparu-paru yang selanjutnya diedarkan ke seluruh jaringan tubuh), dan penetrasi pada lapisan kulit (disebabkan karena senyawa Pb dapat larut dalam minyak dan lemak).

Sintesis haemoglobin diawali dengan bereaksinya sucsinil co-A dengan glysin yang membentuk senyawa ALA (d-Amino Levulinic Acid) yang dikatalis oleh ALA sintase. Selanjutnya ALA mengalami dehidrasi menghasilkan porphobilinogen oleh ALAD (ALA dehidrase). Kemudian porphobilinogen mengalami perubahan menjadi protophorpyrin-IX, yang selanjutnya diubah menjadi haeme. Haeme akan bereaksi dengan globin dan ion Fe2+ dengan bantuan enzim ferrokhelatase haemoglobin. Senyawa Pb yang terdapat dalam tubuh akan mengikat gugus aktif dari enzim ALAD. Ikatan yang terbentuk antara logam Pb dengan gugus ALAD menyebabkan terbentuknya intermediet porphobilinogen dan reaksi ini tidak berlanjut.

Keracunan yang terjadi sebagai akibat kontaminasi dari logam Pb dapat menimbulkan hal-hal berikut: 1) meningkatkan kadar ALA dalam darah dan urine, 2) meningkatkan kadar protopporphirin dalam sel darah merah, 3) memperpendek umur sel darah merah, 4) menurunkan jumlah sel darah merah, 5) menurunkan kadar sel darah merah yang muda, 6) meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah.

Keracunan yang disebabkan oleh keberadaan logam Pb dalam tubuh dapat mempengaruhi organ tubuh seperti sistem saraf, sistem urin, sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung .

Untuk memonitoring Pb dalam darah dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu 1) pengujian kadar koproporphirin dalam urine, pengujian kadar ALA dalam urine, pengujian kadar ALA dan ALAD dalam darah (paling sensitif) karena aktivasi ALAD yang terhambat dalam waktu yang relatif panjang dapat dikur dari efek-efek lain yang bisa diukur, penurunan aktivitas dari ALAD dapat terjadi secara signifikan pada tubuh manusia, ensim ALAD memperlihatkan laju reaksi yang lambat ketika terkonminasi Pb. Kelemahannya yaitu tidak bisa mengukur pada konsentrasi diatas 90-100 μg/100 mL (pada konsentrasi ini enzim ALAD terhambat total).

Kategori

μg/100 mL darah

keterangan

A (normal)

<>

Tidak terkena paparan

B (dapat ditoleransi)

40-80

Kadar terpapar Pb meningkat namun bisa ditoleransi

C (berlebih)

80-120

Mulai muncul gejala-gejala keracunan

D (tingkat bahaya)

>120

Keracunan ringan-berat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar